Senin, 27 April 2015

HAK CIPTA DI PERPUSTAKAAN

sumber : google
Apa itu hak cipta? Bagaimana pelaksanaan hak cipta di perpustakaan? itulah materi yang akan Pustakawan Ngapak jelaskan disini.

Hak Cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta 2002). Masih dalam UU  yang sama, ruang lingkup perlindungan hak cipta adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang meliputi karya: buku, program komputer, pamlet, perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime; seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukur, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; arsitektur; peta; seni batik; fotografi; terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. (pasal 12 UUHC 2002).  Sedangkan ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dipegang oleh Negara. Negara memegang hak
cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya; dan Negara memegang hak cipta atas hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

Pada pasal 14 Undang-undang Hak Cipta tahun 2002 tentang pembatasan atas Hak Cipta, yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta adalah:

Hal yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta yaitu dengan syarat menyebutkan sumbernya adalah:
  1. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;
  2. Pengambilan ciptaan pihak lain baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan: ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan dan pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan yang wajar bagi pencipta;
  3. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braile guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan tersebut bersifat komersial;
  4. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun  atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang bersifat non-komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
  5. Perubahan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Dari penjelasan pasal 14 diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan dengan jelas dan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk kegiatan sosial seperti pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.

Melihat pembatasan diatas, apakah perpustakaan dikatakan melanggar hak cipta? Menurut Pustakawan Ngapak, secara umum perpustakaan tidak melanggar hukum. Hal ini karena semua kegiatan yang ada di perpustakaan tidak bersifat komersil dan semata-mata untuk keperluan aktivitasnya. Namun yang menjadi masalah disini adalah arti kata WAJAR dalam pasal tersebut. Setiap penulis pasti memiliki “kewajaran” yang berbeda. Menurut penulis A memfotokopi  setengah bukunya adalah wajar. Tapi bagi penulis B yang wajar hanya ¼ bagian saja (dalam konteks perpustakaan). Kata “wajar” disini tidak ada standarnya yang kemudian implementasinya di perpustakaan banyak yang memfotokopi seluruh isi buku dalam rangka mengadakan bahan koleksinya. Apakah ini melanggar hak cipta? Kan itu “wajar” haha :D. Selain itu, yang menjadi masalah hak cipta adalah terkait digitalisasi, seperti dibawah ini:
  1. Hak cipta pada dokumen yang didigitalkan. Kegiatan di dalamnya adalah merubah dokumen tercetak ke dokumen digital, memasukkan dokumen digital ke database, merubah dokumen digital ke format Hypertext Markup Language (HTML).
  2. Hak cipta pada dokumen di jaringan komunikasi. Di dalam hukum hak cipta masalah transfer dokumen atau koleksi lewat jaringan komputer belum didefinisikan dengan jelas. Hal yang perlu disempurnakan adalah tentang hak menyebarkan, hak meminjamkan, hak memperbanyak, hak menyalurkan baik kepada masyarakat umum atau pribadi. Semua transfer datanya memanfaatkan media jaringan komputer termasuk di dalamnya internet, intranet, dan sebagainya.
  3. Masalah penarikan biaya. Hal ini menjadi masalah terutama untuk perpustakaan digital swasta yang menarik biaya untuk setiap dokumen yang diakses maupun yang dicetak. Namun, dalam prakteknya perpustakaan juga sangat sulit untuk menerapkan peraturan hak cipta secara optimal.
Melihat kenyataan tersebut, seharusnya pemerintah atau lebih tepatnya organisai IPI (Ikatan Pustakawan Indonesia) dapat membuat pedoman bagi perpustakaan terkait masalah tersebut (penggandaan dengan memfotokopi dan digitalisasi).

Bila pedoman penggandaan/perbanyakan hak cipta ini sudah selesai, maka perpustakaan harus mensosialisasikan kepada pemustaka. Penerapannya bisa dibuat saat pendidikan pemakai (user education) atau membuat waktu periode tertentu. Hasil dari penerapannya adalah pemustaka mampu mengenali kebutuhan informasinya, bagaimana menyimpannya, memanfaatkannya dengan tidak melupakan etika dalam mengutip, serta tidak ketinggalan mengetahui hak cipta suatu karya.
Untuk memberikan pemahaman yang memadai kepada pemustaka, sudah seharusnya pihak perpustakaan, dari kepala sampai petugas fotokopi harus lebih mendalami tentang hukum hak cipta ini. Karena rasanya sangat sulit untuk mengharapkan pemustaka bisa memahami hak cipta secara baik jika pihak perpustakaan tidak lebih memahami dari pemustakanya sendiri.

#IDKS

Sumber:
Krihanta. 2002. Implementasi hak cipta khususnya hak menggandakan dalam rangka akses informasi di perpustakaan nasional RI dan PDII-LIPI (Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI. Depok : Universitas Indonesia Program Pascasarjana Fakultas sastra Program Studi Ilmu Perpustakaan Bidang Ilmu Budaya. (Thesis)

https://chobish.wordpress.com/2011/03/19/perpustakaan-dan-pelanggaran-hak-cipta/

http://duniaperpustakaan.com/etika-profesi-pustakawan-terkait-hak-cipta/

http://ulum-hepi.blogspot.com/2009/09/problematika-penegakan-hak-cipta-di.html

https://pustakapusdokinfo.wordpress.com/2010/08/25/pengelolaan-koleksi-digital-perspektif-uu-hak-cipta/



Previous Post
Next Post

2 komentar: